Selasa, 09 Juni 2009

Menteri LIbatkan Semua Pengelolaan Suramadu


KRC,JAKARTA —
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto berjanji akan melibatkan semua unsur di daerah untuk mengembangkan wilayah di sekitar Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu).

"Pokoknya semua unsur di daerah akan dilibatkan," katanya saat ditemui di bentang tengah Jembatan Suramadu, Jawa Timur, Selasa (9/6).

Pelibatan unsur daerah itu akan diwujudkan dengan memasukkan kepala daerah di Pulau Madura dan Surabaya dalam struktur kepengurusan Badan Pengelola Wilayah Suramadu (BPWS).

Meskipun dalam peraturan presiden, struktur kepengurusan BPWS hanya terdiri atas Ketua Pelaksana dan Sekretaris, Djoko sanggup memasukkan nama-nama kepala daerah dalam BPWS. "Kalaupun di dalam peraturan presiden tidak ada, kalau kami yang mengusulkan, pasti bisa," katanya menegaskan.

Selain pelibatan kepala daerah, dia menjamin hak-hak daerah di sekitar Suramadu tidak akan hilang. "Yang terpenting peranan pemerintah tidak akan hilang. Demikian pula hak daerah, tidak akan berkurang," katanya.

Sebelumnya, Gubernur Jatim Soekarwo mengusulkan agar empat bupati di Pulau Madura ditambah Wali Kota Surabaya menjadi dewan pengarah BPWS. Namun, usulan tersebut diperdebatkan karena tidak diatur dalam peraturan presiden tentang BPWS.

Ia menambahkan, BPWS akan mulai bekerja setelah Jembatan Suramadu diresmikan penggunaannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (10/6).(yy)

Kebijakan Ekonomi Indonesia 100 Persen Liberal


KRC,Jakarta
— Beberapa pihak menolak disebut sebagai penganut ekonomi neoliberalisme, namun kenyataannya neoliberalisme telah merasuk hampir di seluruh kegiatan ekonomi di Indonesia.

"Bohong kalau ada yang bilang Indonesia atau seseorang bebas dari neoliberal. Praktik ekonomi neoliberal telah digunakan dalam seluruh praktik investasi, perdagangan, dan keuangan di negara ini," ujar Indah Suksmaningsih, Direktur Eksekutiftif Institute Global for Justice (IGJ), dalam konferensi Pers Pernyataan Sikap IGJ di Jakarta, Selasa (9/8).

Untuk memperkuat argumennya, Indah memberikan beberapa contoh. Yang pertama di bidang investasi, puncak penerapan aturan yang berwatak neoliberalisme adalah dalam undang-undang investasi, yaitu dikeluarkannya UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal (UU PM).

Undang-undang semasa Presiden Susilo Bambang Yudhono ini memberikan fasilitas, intensif, dan kemudahan yang sangat luas kepada penanam modal. "Penguasa tanah diperbolehkan hingga 95 tahun, zaman Hindia Belanda saja batasnya cuma sampai 75 tahun," terangnya.

Contoh kedua penerapan neoliberalisne di Indonesia berada di sektor keuangan. Dengan dikeluarkannya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana yang telah direvisi dengan UU No 3/2004 menjadikan BI sebagai lembaga independen menjadi dasar dari liberalisasi keuangan. "BI tidak lagi berperan menyalurkan anggaran bagi investasi, akan tetapi hanya menjalankan fungsi moneter, menjaga nilai tukar mata uang, dan inflasi dalam rangka makroekonomi semata," terangnya.

Contoh selanjutnya, berada di bidang perdagangan. Pemerintah telah melakukan perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) dengan hampir semua negara maju dan Uni Eropa. Perjanjian perdagangan bebas hampir meliputi semua sektor.

"Apa yang disepakati FTA jauh lebih menyeluruh dibanding dengan WTO karena menyangkut seluruh aspek liberalisasi perdagangan dan jasa. Contoh yang paling baru adalah rendahnya tarif bea masuk pada barang-barang ekspor," papar Indah.

Dan contoh terakhir, lanjutnya, adalah ekonomi nasional yang didominasi modal asing. Ekonomi Indonesia telah digantung dalam utang yang sangat besar, saat ini jumlahnya mencapai 149,14 miliar dollar AS hingga kuartal IV tahun 2008. "Dengan utang sebesar itu, pemerintah dengan mudah disetir oleh pemodal asing dan tidak berani berbuat apa-apa," ujarnya.

"Jelas sudah kalau sekarang kita memang menganut ekonomi liberal, bukan kerakyatan lagi," tegas Indah.(ayu)